01 Desember 2011

NASIB INDONESIAN SOCCER TIMNAS


Dulang Prestasi, (dan) Dulang Prestise
Pesta Olah Raga negara-negara se Asia Tenggara dah sepekan berlalu. Indonesia telah meraup sukses acara sekaligus sukses prestasi. Hal ini ditunjukkan dengan lancarnya penyelenggaraan tidak hanya di Jakabaring Sport City, tetapi juga di Jakarta en kota-kota lain yang menjadi tempat dilangsungkannya beberapa cabang olah raga.
Kumandang lagu kebangsaan setiap hari senantiasa mengiringi naiknya Sang Dwi Warna, sebagai perlambang keperkasaan para atlet yang meraup medali emas. Secercah harapan kembali muncul di wajah Bangsa negeri ini untuk menjadi "Macan Asia" terutama di pentas-pentas Olah Raga. Hal ini wajar, karena telah lama "Macan" ini tertidur, terninabobokan oleh kejayaan masa silam.
Sekedar mengenang masa lalu saja, penulis ingin mengungkapkan rasa rindu kejayaan beberapa cabang Olah Raga profesional yang dulu pernah menjadi harapan dan perlambang keperkasaan bangsa. Tercatat dalam sejarah, di cabang Bulutangkis, kita tersenyum karena Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto meraih poin penuh sebagai "Raja" di ajang All England. Bahkan Piala Thomas dan Uber beberapa kali disandingkan para atlet Pelatnas. Kita juga ingat kala, Bambang Nurdiansyah menjadi pengawal gawang Timnas bersama dengan Heri Kiswanto dll saat dapat mengalahkan Korea Selatan di ajang Pra Piala Dunia. Dari dunia Tinju profesional, Ellyas Pical sempat menorehkan tinta emas bagi perjalanan Tinju Dunia. Dan tentunya beberapa cabang olah raga lainnya yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat negeri ini.

Kalah sama Malaysia Timnas Sepakbola Indonesia di laga terakhir Sea Games kemarin, berhadapan di partai Final (kembali) melawan Malaysia setelah sebelumnya berhasil mencukur Timnas Vietnam yang menjadi Juara Group A. Supporter yang memadati Gelora Bung Karno dan Senayan serta jutaan warga Indonesia menaruh harapan kepada Egi dan Timnas kita untuk dapat membalas kekalahan kita di ajang AFF.
Gemuruh suara supporter diharapkan dapat membangkitkan "cakar Garuda" untuk dapat menerkam" Harimau Malaya". Namun apa hendak dikata, cakar Garuda seolah tumpul saat berhadapan dengan" Taring Harimau Malaya". Kekalahan dramatis Timnas Indonesia lewat adu finalti membungkam jutaan warga Indonesia yang menyaksikan secara live laga itu.
Kecewa ...?! itu PASTI. Namun laga ini bukan hanya "perang prestasi" tapi lebih pada "perang prestise". Mengapa disebut sebagai perang prestise ? O, ya.... jelas, kalah dari Malaysia lebih menyakitkan dibanding dengan Vietnam, Philipina, bahkan Timor Leste sekalipun. Hal ini tidaklah berlebihan. Beberapa faktor yang melatarbelakangi, dapat penulis ungkapkan sebagai berikut :
  1. Masyarakat negeri ini telah dibuat "geregetan" oleh ulah Malaysia yang tak ubahnya macam perampok. Ngrampok budaya lah (Kesenian Reog dan Batik), ngrampok pulau lah (Sipadan dan Ligitan) bahkan beberapa pulau juga (kabarnya) mau dicaplok lagi macam Camar Bulan.
  2. Malaysia telah dituduh menghina martabat bangsa Indonesia dengan perlakuan kasar para majikan terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia. Tak jarang dari para TKW ini pulang tinggal nama. (Yang ini sih..bukan salah mereka secara murni, kita yang mesti introspeksi).
Ya... demikian itulah, faktor utama yang menjadi peperangan prestise pada laga Football kita.

Apa yang salah dengan Pemain Timnas kita ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kayaknya sulit banget deh. Pernah sih pelatih asal Belanda Si Wim Rijkburgen ketika dia menangani Timnas senior berkilah, kalau postur tubuh menjadi alasan utama Timnas kita kalah sama Bahrain, Qatar dan Iran. "Apa iyaa... Meneeer ?"
Mungkin Meneer Wim belum pernah tengok postur Timnas Korea sama Jepang kali ya.... Kalau mau dibandingkan, kita sama koq dengan mereka. Tapi mereka bisa tampil di ajang World Cup.
Persoalan bola ini tidak lepas dari pendidikan karakter bangsa yang telah mengurat akar di negeri ini.
Lho... hubungannya apa, Mas ? kalau dilihat dari sudut pandang etika agama (maaf neh cuma bisa dari sisi ini aja), kita ini terlalu sombong meminta sesuatu kepada Tuhan. (sekali lagi maaf, ni tak sampaikan karena Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berke-Tuhan-an). Saat orang Jawa dan kebanyakan bangsa timur lainnya menanamkan etika anak meminta sesuatu pada orang tuanya, mereka diajarkan untuk berbuat santun dan sopan dengan (maaf) menengadahkan tangan. Bagaimana dengan meminta sesuatu kepada Tuhan ? (misalnya ; minta menang atau Bangsa menjadi JAYA..?). Saya kira sama lah ya...
Upacara-upacara yang tiap Senen digelar di sekolah-sekolah ternyata belum menyentuh hal itu. Mereka lebih "memilih" gaya militer dari pada sipil. Maklum... militer kan pegang senjata, jadi kalo upacara gak pake mengangkat tangan sebagai tanda "butuh". Nah... kita militer bukan kenapa harus (cuma) menundukkan kepala atau sekedar mendengar laporan dari Sang Pembaca Do'a ?
Jadi apa sih susahnya mengangkat tangan saat berdo'a sekalipun pada kegiatan sekelas upacara. Begitu angkuhkah kita sampai kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kita tidak kuasa mengangkat tangan ? "Aaahhh... yang penting kan niatnya, Mas". Eeiiiiittt .... kalo alasannya niat saja, mbok ya konsisten .... Habis shalat cukup tundukkan kepala saja dong gak pake ngangkat tangan.
Iya dong, Sang Dwi Warna naik saja, kita mesti angkat tangan untuk hormat sebagai wujud dari penghargaan atas perjuangan para pahlawan tegakkan NKRI.
So.... marilah kita perbaiki diri (yang salah satunya) dengan menghargai Tuhan, yang semoga masih berkenan mengangkat derajat Bangsa Indonesia tampil kembali sebagai "Macan Asia".
FORZA INDONESIA ....!!!

Tidak ada komentar: